Pages

Friday 29 March 2013

KISAH NABI SOLEH ALAIHISSALAM


PENGANTAR

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melewati bekas kampung-kampung Tsamud yang dibinasakan oleh Allah ketika mereka menyembelih unta. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para sahabat berdiri di sumur yang dahulu didatangi oleh unta tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan kepada mereka berita tentang tempat itu. Beliau mengetahuinya dengan pasti. Dari sanalah unta itu datang dan ia pun kembali dari jalan itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memperingatkan mereka agar tidak berlaku seperti perilaku kaum Nabi Shalih. Mereka meminta ayat (mukjizat), lalu Allah mengeluarkan kepada mereka mukjizat besar, yaitu unta. Mereka mendustakan dan menyembelihnya, maka Allah membinasakan mereka dan menurunkan adzab dan balasan-Nya.

NASH HADIS
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Jabir. Ia berkata, "Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melewati Hijr, beliau bersabda, 'Janganlah kalian meminta datangnya ayat-ayat (mukjizat). Kaum Shalih telah memintanya, maka ia (unta) datang dari jalan ini dan pergi dari jalan ini. Lalu mereka melanggar perkara Tuhan mereka dan menyembelihnya. Unta itu minum air mereka satu hari dan mereka minum air susunya satu hari, lalu mereka menyembelihnya. Maka mereka ditimpa oleh suara yang keras. Allah membinasakan semua yang ada di kolong langit dari mereka, kecuali satu orang yang berada di Haram'." Mereka bertanya, "Siapa dia, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Dia adalah Abu Righal. Ketika dia keluar dari Haram, dia tertimpa seperti yang menimpa kaumnya."

TAKHRIJ HADIS
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad- nya, 3/296. Ibnu Katsir setelah menyebutkannya berkata, "Hadis ini di atas syarat Muslim, dan ia tidak tertulis di salah satu dari enam kitab (Kutubus Sttah)." Al-Bidayah wan Nihayah, 1/137.
Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Bazzar dan Thabrani dalam Ausath. Lafazhnya ada di dalam surat Hud. Dan Ahmad meriwayatkan hadis senada. Rawi-rawi Ahmad adalah rawi-rawi hadis shahih." Majmauz Zawaid, 6/194.

Thursday 28 March 2013

PENGERTIAN SYIRIK MENURUT PARA ULAMA'

Imam al-Azhari asy Syafi’i

Beliau mengatakan, Allah menceritakan tentang hamba-Nya yang bernama Lukman al-Hakim, beliau berkata kepada putranya:
لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Janganlah kamu menyekutukan Allah dengan yang lain, karena syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (QS: Luqman: 13)
Syirik adalah kamu membuat sekutu bagi Allah dalam ketuhanan-Nya (Rububiah-Nya). Maha Luhur Allah dari sekutu-sekutu dan tandingan-tandingan. Makna ( لا تشرك) dengan memakai huruf ba’ dalam (بالله) adalah : “kamu jangan menyepadankan Allah dengan yang lain sehingga yang lain itu kemudian kamu jadikan sekutu (kawan) bagi Allah. Begitu pula dalam firman-Nya:
بِمَا أَشْرَكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً
“… karena mereka menyekutukan Allah (dengan yang lain) yang Alloh sendiri tidak menurunkan hujjah untuk mempersekutukan-Nya.” (QS: Ali Imran: 151)
Maka isyrak (menyekutukan) dalam ayat itu adalah menyepadankan Allah dengan yang lain. Dan siapa yang menyepadankan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia telah musyrik, karena Allah itu satu, tidak ada sekutu, tidak ada tandingan maupun bandingan-Nya.”


Imam al-Raghib al-Ishfahani

Beliau menyatakan, “Syirik yang besar adalah menetapkan adanya sekutu bagi Allah. Misalnya, Fulan menyekutukan Allah dengan yang lain. Syirik ini adalah kekafiran yang paling besar.”

Imam al-Minawi

Beliau mengatakan, “Syirik adalah menyandarkan perbuatan yang hanya Dzat Yang Maha Esa semata berhak melakukannya kepada makhluk yang bukan haknya melakukan perbuatan itu.”

Al-‘Allamah Ali as-Suwaidi asy-Syafi’i

Ketika menjelaskan tentang syirik dan mengingatkan bahayanya, beliau berkata: “Ketahuilah -semoga Allah menjaga saya dan kamu dari kemusyrikan, kekafiran dan kesesatan. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita menuju hal-hal yang disenangi dan diridhai-Nya, baik dalam perkataan maupun perbua-tan-, bahwa syirik itu berlawanan dengan tauhid. Ke-duanya tidak akan bertemu. Seperti halnya kekafiran berlawanan dengan iman, di mana keduanya bertolak belakang. Maka apabila ada orang disebut muwahhid (bertauhid), ini artinya ia meyakini keesaan Allah dan tidak menetapkan bahwa Allah itu punya sekutu. Dan seseorang tidak mungkin dapat disebut bertauhid (mengesakan Allah) dengan tauhid yang dikehendaki Allah, sebelum dia membersihkan diri dari segala se-suatu yang mengandung unsur kemusyrikan kepada Allah (yang disembah).
Lawan dari muwahhid (bertauhid, mengesakan Allah) adalah musyrik (orang yang menyekutukan Allah dengan lain-Nya). Yaitu yang terlahir dari kemusyrikan meskipun dengan salah satu dari macam-macam syirik, seperti dengan ucapan, sifat-sifat, perbuatan, keyakinan, mu’amalah (pergaulan), persetujuan, dan penilaiannya bahwa syirik itu baik. Begitu pula apabila ia rela mengucapkan atau mendengarkan kata-kata syirik.
Orang-orang pada masa jahiliyah, karena dalam ibadah mereka telah melakukan syirik, menyekutu-kan Allah dengan hal-hal yang menurut mereka baik, karena akal mereka tidak berfungsi dan mereka selalu mengikuti kesesatan yang sudah jelas bersumber dari nenek moyang mereka, maka mereka tetap saja selalu menyembah berhala-berhala, patung-patung, pohon-pohon, kuburan, tugu, batu-batu besar, dan lain-lain. Mereka minta keberkahan dari benda-benda tersebut seraya mengharapkan syafa’at (pertolongan) benda-benda itu di sisi Penciptanya. Mereka berlindung kepada benda-benda tersebut, dan berpegang teguh dengan anggapan mereka, bahwa dengan itu, mereka mencukupi makan minum mereka.
Dari perbuatan syirik ini kemudian muncul kesesatan-kesesatan yang merupakan cabang-cabang dari pohon kemusyrikan itu. Seperti takhayul (klenik), bersumpah dengan menyebutkan benda-benda yang mereka jadikan tuhan, menggantungkan mantra-mantra, benda-benda pengasih (sikep), dan jimat-jimat untuk memperoleh atau menolak apa yang mereka kehendaki. Maka dengan perbuatan itu mereka telah menyepadankan dan menyekutukan antara Allah dengan makhluk-Nya, yaitu dengan sama-sama dicintai, dijadikan harapan, ditakuti, dijadikan tempat berlindung, diyakini mampu mencegah, memberi, mendekatkan dan menjauhkan.
Perbuatan-perbuatan yang dilandasi dengan kebodohan ini kemudian berkembang dan marata, dan api kesesatan menyala di antara mereka, sampai mereka membuat upacara-upacara agama yang tidak diizinkan oleh Allah. Mereka menjadikan binatang-binatang tertentu menjadi saibah, wasilah dan ham. Begitulah, orang-orang jahiliyah itu berbuat dalam kebodohan dan kesesatan, sampai kemudian Allah mengutus Nabi-Nya Muhammad sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sekaligus mengajak mereka untuk menyembah Allah dengan izin-Nya, dan juga ibarat lampu yang memberikan penerangan.
Maka Nabi Muhammad kemudian memberi-kan penerangan terbuka tentang hakekat tauhid dengan cara mengesakan Allah dan membersihkan diri dari penyembahan-penyembahan kepada lain-Nya. Dan itulah hakekat tauhid. Nabi n juga menegaskan kepada orang-orang jahiliyah tentang keharusan untuk mengesakan Allah dan meninggalkan syirik (menyekutukan Allah dengan yang lain). Itulah tauhid yang dijelaskan Allah dalam kitab-Nya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad .
Allah menerangkan tauhid dengan membuat perumpamaan-perumpamaan, dan mengetengahkan argumen-argumen secara jelas dan rinci. Oleh karena itu. anda dapat melihat Al-Qur’an dan Hadits lebih banyak menyebutkan syirik dan orang-orang yang musyrik daripada menyebutkan kekafiran dan orang-orang kafir.
Menyebut-nyebut syirik pada masa itu, dan pada masa sesudahnya, yaitu masa Sahabat dan Tabi’in adalah suatu hal yang dikenal secara populer. Bahkan menyebutnya sampai pada tingkat yang sangat masyhur. Namun ketika pondasi-pondasi syirik itu sirna, karena orang-orang yang musyrik juga sudah tidak ada lagi, sementara ajaran-ajaran agama secara benar menjadi gejala umum, maka hampir tidak ada orang yang menyinggung-nyinggung tentang kemusyrikan. Tidak ada mulut yang mau dikotori dengan menyebut syirik itu. Karenanya para ulama kemudian banyak membahas masalah murtad, dengan menyebut-nyebut hal-hal yang menyebabkan kafir, dan mereka tidak membahas hal-hal yang dapat menjadikan musyrik pada seseorang.
Setelah penjelasan ini, kita lihat bahwa syirik dalam uluhiyyah (menyembah Allah) tidak disebut-sebut. Padahal tauhid uluhiyyah (hanya menyembah Allah saja) merupakan pokok agama Islam. Tauhid inilah yang menyebabkan terjadinya pertentangan antara para rasul dan umatnya; dan ajaran tauhid ini pula yang dibawa oleh para rasul di mana mereka diutus oleh Allah.
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu (Muhammad) seorang rasul pun, kecuali Kami memberikan wahyu kepadanya, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Aku. Oleh karena itu, sembahlah Aku.” (QS: Al-Anbiya’ : 25)

Wednesday 13 March 2013

KENAPA ‘ULAMA’ BENUA KECIL INDIA TIDAK MENYETUJUI USAHA-USAHA PENDEKATAN SUNNAH-SYI‘AH OLEH DAR AT-TAQRIB

KENAPA ‘ULAMA’ BENUA KECIL INDIA TIDAK MENYETUJUI USAHA-USAHA PENDEKATAN SUNNAH-SYI‘AH OLEH DAR AT-TAQRIB


‘Ulama’ Islam di benua kecil India (India, Pakistan dan Bangladesh sekarang) bukan sahaja tidak menyetujui usaha-usaha yang dilancarkan oleh ‘ulama’-‘ulama’ al-Azhar melalui Dar at- Taqrib, malah dalam masa yang sama mereka telah mengeluarkan fatwa tentang kekufuran Syiah (sila lihat fatwa mereka pada muka surat 76-80* dalam buku ini). Kenapakah pandangan mereka begitu berbeza dengan pandangan ‘ulama’-‘ulama’ yang merestui usaha-usaha pendekatan tersebut, yang kebanyakan mereka terdiri daripada ‘ulama’ ‘Arab?
Mengikut Maulana Manzur Nu‘mani di dalam bukunya “Irani Inqilab Khomeini Aur Syi‘iyyat” ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka berbeza pendapat dalam menentukan perkara ini dan kenapakah ‘ulama’ di benua kecil India lebih peka terhadap isu ini berbanding ‘ulama’– ‘ulama’ di negara-negara ‘Arab, antara lain beliau menyebut:-
1. Perhubungan ‘ulama’-‘ulama’ ‘Arab dengan golongan Syi‘ah agak jauh berbanding perhubungan di antara ‘ulama’-‘ulama’ benua kecil India dengan mereka. Walaupun negara- negara ‘Arab seperti Mesir pernah dikuasai oleh kerajaan Syi‘ah tetapi pengaruhnya terhadap penduduk-penduduk di negara-negara itu tidak begitu mendalam seperti pengaruhnya terhadap penduduk di India. Oleh kerana ajaran Syi‘ah masih dihayati dengan sepenuhnya oleh penduduk-penduduk di benua kecil India maka ‘ulama’-‘ulama’ Ahli Sunnah di sana lebih mengetahui tentang Syi‘ah daripada ‘ulama’-‘ulama’ di negara-negara lain.
2. Banyak karya Syi‘ah terdapat di dalam bahasa Farsi dan Urdu selain daripada bahasa ‘Arab. ‘Ulama’-‘ulama’ ‘Arab yang umumnya tidak mengerti bahasa Farsi dan Urdu, tidak mengetahui kesesatan-kesesatan yang terselit di celah-celah kitab-kitab mereka itu. Mereka hanya diperkenalkan dengan kitab-kitab Syi‘ah yang ditulis untuk tujuan propaganda sahaja atas nama usaha-usaha pendekatan antara Ahli Sunnah dengan Syi‘ah.
Maulana Muhammad Manzur Nu‘mani mengatakan lagi: “Sebagaimana ‘ulama’-‘ulama’
‘Arab di peringkat permulaannya teragak-agak untuk mengeluarkan fatwa terhadap kekufuran golongan Qadiani kerana pada zahirnya mereka mendakwa Islam dan tulisan-tulisan mereka yang kebanyakannya dalam bahasa Urdu tidak boleh diselami oleh ‘ulama’-‘ulama’ dari dunia ‘Arab justeru itu ketika kami mengusulkan di dalam Muktamar ‘ulama’ Islam di Karachi pada tahun 1952 supaya Qadiani diputuskan sebagai terkeluar daripada Islam, pengerusinya Mufti Amin al-Husaini teragak-agak untuk menerima usul tersebut kerana beliau belum pasti tentang kesesatan golongan Qadiani dan kerana kurangnya maklummat beliau tentang ajaran Qadiani. Tetapi hari ini siapakah yang meragui tentang kufurnya golongan Qadiani? Ini semua adalah hasil kegigihan ‘ulama’-‘ulama’ pembela kebenaran yang berada di benua kecil India pada waktu itu, sehingga Maulana Maududi sendiri dihukum penjara selama beberapa tahun kerana tentangannya secara terbuka terhadap fahaman dan ajaran Qadiani. Secara kebetulan pula dalam kerajaan pada masa itu terdapat pemimpin-pemimpin yang berfahaman Qadiani.
Kita menaruh sangka baik terhadap ‘ulama’-‘ulama’ al-Azhar terutama apabila mengenangkan fatwa-fatwa yang dikeluarkan itu ialah pada zaman usaha-usaha pendekatan antara Sunnah dan Syi‘ah mula dilancarkan.

Tuesday 12 March 2013

ALLAH.....KU SERAHKAN JIWA INI PADAMU

JAGALAH ALLAH MAKA ALLAH MENJAGAMU


نصّ الحديث

عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما- أنه قال: كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يومًا فقال لي: «يا غلام! إني أعلمك كلمات: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك، إذا سألت فاسأل الله، وإذا استعنت فاستعن باللّه، واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام، وجفت الصحف» رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح.(1).
وفي رواية غير الترمذي: «احفظ الله تجده أمامك، تعرَّف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة، واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبك، وما أصابك لم يكن ليخطئك، واعلم أن النصر مع الصبر، وأن الفرج مع الكرب، وأن مع العسر يسراً»(2).
________________
(1) رواه الترمذي في كتاب صفة القيامة (4/ 76) رقم الباب (22) رقم الحديث (2635).
(2) رواه الإمام أحمد (1/ 482) رقم الحديث (2664) وأبو يعلي في مسنده، رقم الحديث (2556).

Daripada Abu al-'Abbas, Abdullah ibn Abbas, r.a. beliau berkata: "Aku pernah duduk di belakang Nabi SAW pada suatu hari, lalu Baginda bersabda kepadaku:
“Wahai anak! Sesungguhnya aku mahu ajarkan engkau beberapa kalimah: Peliharalah Allah nescaya Allah akan memeliharamu. Peliharalah Allah nescaya engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Apabila engkau meminta, maka pintalah dari Allah. Apabila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan dengan Allah. Ketahuilah bahawa kalau umat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu memberikanmu manfaat kecuali dengan suatu perkara yang memang Allah telah tentukan untukmu. Sekiranya mereka berkumpul untuk memudharatkan kamu dengan suatu mudharat, nescaya mereka tidak mampu memudharatkan kamu kecuali dengan suatu perkara yang memang Allah telah tentukannya untukmu. Pena-pena telah diangkatkan dan lembaran-lembaran telah kering (dakwatnya)."

(Riwayat Ahmad no. 2669, al-Tirmizi no. 2516 dan al-Hakim no. 6302)


Huraian:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah beramal kerana-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, niscaya kamu akan mendapati Allah menjadi penolongmu di saat situasi sulit, seperti yang pernah terjadi pada kisah tiga orang yang tertimpa hujan lebat lalu mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada saat itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kamu lakukan, lalu mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kamu diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka batu penutup gua itu kemudian terbuka lalu mereka dapat keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memberikan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.

Allah berfirman :
“Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah maka Allah pasti akan memberinya kecukupan”. (QS. Ath Thalaq : 3)

Pengajaran:
1. Sesiapa yang melaksanakan perintah Allah SWT nescaya Allah akan menjaganya di dunia dan akhirat.
2. Beramal soleh serta melaksanakan perintah Allah SWT dapat menghindarkan bencana dan mengeluarkan seseorang itu dari kesulitan.
3. Jangan meminta selain dari Allah SWT.
4. Manusia tidak akan mengalami apa-apa musibah melainkan dengan kebenaran Allah SWT.
5. Kita hendaklah menghormati waktu dan menggunakannya dengan cermat sebagaimana yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW.
6. Pergunakanlah masa mudam untuk melakukan sebanyak mungkin kebaikan.
7. Orang yang bersyukur akan mendapat perhatian, perlindungan dan pertolongan dari Allah SWT.
8. Hanya kepada Allah kita memanjatkan doa dan meminta pertolongan kerana Dia Maha Dekat, Maha Kuat dan merupakan zat yang tidak pernah bosan memberi.
9. Kita hendaklah bersabar dengan musibah. Kesabarann akan diakhiri dengan kemenangan dan ganjaran yang tinggi dari Allah SWT.
10. Kita hendaklah bersabar dalam bidang dakwah terutama dalam medan perang.

Rujukan : Hadith 40 Imam Nawawi, Ustaz Zahazan Mohamed dan Ustaz Muhmmad Zakaria